CYBERKRIMINAL.COM, JATIM - Yanto (Orang Tua Korban "N") yang di temui awak media televisi, di sela-sela kesibukannya memimpin latihan Tinju Para Prajurit TNI-AD yang tergabung dalam Sasana Kodam III/SiIiwangi Boxing Camp. Menyampaikan ungkapan "SAMPAI KE UJUNG LANGITPUN AKAN SAYA KEJAR KEADILAN INI DEMI MENJAGA KEHORMATAN DAN HARGA DIRI ANAK BESERTA KELUARGANYA”.
Ungkapan ini terucap setelah anaknya menjadi korban perundungan saat pengrebekan oleh 7 orang dewasa pada tanggal 26 Mei 2024 sekitar Pkl. 21.30 di ds Pinggirsari RT.16, Desa/Kec. Karangan, Kab. Trenggalek, perkara ini di laporkan di Polres Trenggalek Jawa Timur kemudian ditangani oleh Unit PPA, di bawah Kanit PPA Ipda Gigih Johan Arianto SH.,M.M (NRP 84010731).
Perkara ini di selesaikan dengan terbitnya SURAT KETETAPAN Nomor SK Lidik/95.a/IX/Res.1.24/2024/Satreskrim tentang “PENGHENTIAN PENYELIDIKAN
tanggal 2 September 2024 Yang di tanda-tangani oleh AKP Zainul Abidin, S.H. (NRP 77080428), yang menyatakan kejadian PENGREBEKAN 26 Mei 2024 TIDAK ADA PIDANANYA.
Terjadinya pencemaran nama baik terhadap korban yang di sampaikan dalam Nota Dinas Nomor B/ND-133/VIII/RES.1.24/2024/Satreskrim, ditanda tangani oleh AKP Zainul Abidin, S.H. (NRP 77080428), yang di buat untuk menjawab pertanyaan Media tentang “Tanggapan dan Pertanggung Jawaban penanganan kasus” dan “Penerbitan 2 surat SP2HD bernomor B/107/SP2HD-1/RES.1.24/2024/Satreskrim tertanggal 13 Juni 2024”
Pada angka 2 huruf b 10) dinyatakan bahwa setelah pemeriksaan psikologi oleh Riza Wahyuni, S.Psi.,MSi menyatakan bahwa korban memiliki tendensi CBSD “Compulsive Sexual Behavior Disorder” yaitu gangguan seksual impulsif untuk melakukan fantasi atau hubungan seksual sebagai cara mengatasi tekanan dan trauma.
Pernyataan CBSD sangatlah melecehkan, membebani dan menyerang kehormatan korban, terlebih lagi di sampaikan kepada awak media, yang seakan Pihak Polres mengiring opini media bahwa korban memiliki kelainan fantasi seksual, Bagaimana seorang psikolog dapat menyatakan hal ini hanya dengan wawancara selama 30 menit dengan korban, “APAKAH PEMERIKSA PSIKOLOGI TERSEBUT SEORANG PSIKOLOG ATAU PARAPSIKOLOG (DUKUN)”.
Alih-alih rasa keadilan yang di peroleh malah korban dan keluarganya HARUS MENGORBANKAN MORIL DAN MATERIIL AKIBAT PERLAKUAN POLRES TRENGGALEK.
Hal yang menjadi pembelajaran bagi kita semua, Jika MEMBUAT LAPORAN POLISI HARUS MEMPERSIAPKAN MORIL, TERLEBIH LAGI MATERIIL YANG CUKUP, JANGAN SAMPAI MATERIIL PELAKU LEBIH BESAR DARI PELAPOR (KORBAN). Sehingga malah korban (pelapor) yang di KRIMINALISASI {ibarat pepatah ”Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula”} sedangkan pelaku mendapat PEMBENARAN.
(**)