Polisi Diduga Arahkan Perdamaian pada Kasus Pelecehan Seksual, UPT PPA Beri Pendampingan Korban

Polisi Diduga Arahkan Perdamaian pada Kasus Pelecehan Seksual, UPT PPA Beri Pendampingan Korban

Redaksi
Januari 04, 2025

CYBERKRIMINAL.COM, MAKASSAR – Seorang mahasiswi berusia 21 tahun, AAA, melaporkan kasus dugaan pelecehan seksual yang dialaminya ke Polrestabes Makassar pada Senin, 18 September 2024. Kejadian tersebut diduga terjadi di sebuah rumah di Jalan Landak Baru, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, pada 26 Juni 2023, sekitar pukul 12.00 WITA.

Berdasarkan laporan yang diterima kepolisian, korban datang ke rumah pelaku dengan maksud tertentu. Namun, di dalam rumah, pelaku diduga memaksa korban untuk melakukan tindakan tidak senonoh. Korban mencoba melawan, tetapi pelaku terus memaksa hingga membuat korban menangis histeris. Teriakan korban akhirnya terdengar oleh seorang kakak sepupu yang berada di sekitar lokasi, sehingga tindakan pelaku terhenti. Pelaku kemudian melarikan diri.  

Pada 20 Desember 2024, korban dan orang tuanya didampingi oleh Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Makassar ke Polrestabes Makassar untuk memenuhi panggilan penyidik. Namun, berdasarkan keterangan dari orang tua korban, "Dg. Ali, mengungkapkan bahwa kepala unit PPA Polrestabes meminta korban dan keluarga pelaku bertemu untuk membahas kemungkinan perdamaian. 

Ayah korban, " Dg. Ali, dengan tegas menolak tawaran perdamaian tersebut dan meminta agar kasus ini tetap diproses secara hukum, hal itu disampaikan didepan kanit PPA Makassar  

Terkait informasi tersebut, Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Polrestabes Makassar menyampaikan klarifikasi. Dalam percakapan melalui whatsup (4/1/2025), pihaknya menyatakan tidak mengetahui adanya pertemuan untuk perdamaian. 

"Belum tahu pak info tersebut. Mungkin mereka bertemu di luar, dan itu infonya belum sampai ke saya," ujar Kanit PPA. Ia juga menambahkan, "Kalau pun kedua belah pihak berdamai, syukurlah pak, berarti ada solusi buat mereka."  

Meski demikian, hingga saat ini, keluarga korban bersikeras menolak penyelesaian melalui jalur damai dan meminta agar proses hukum berjalan sesuai peraturan yang berlaku.  

Kasus ini dilaporkan berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan Perempuan. Polisi diharapkan berkomitmen untuk melanjutkan penyelidikan kasus ini. UPT PPA Makassar  juga memastikan pendampingan terhadap korban hingga kasus ini selesai.

Aktivis Komite Anti Korupsi dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, "Jupe, menilai bahwa kegagalan penerapan UU TPKS dapat memberikan dampak negatif bagi penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia. UU TPKS, yang baru disahkan pada tahun 2022, merupakan instrumen hukum penting untuk melindungi korban dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku.

“Ketiadaan penerapan UU TPKS dalam kasus ini sangat mengerikan. Hal ini menunjukkan kurangnya komitmen aparat penegak hukum dalam memprioritaskan hak korban dan pemberantasan kekerasan seksual,” ucap jupe. 



(Restu)