Kasus Pencurian Kayu di Deli Serdang: Polsek Talun Kenas Diduga Melindungi Pelaku dan Mafia Kayu

Kasus Pencurian Kayu di Deli Serdang: Polsek Talun Kenas Diduga Melindungi Pelaku dan Mafia Kayu

Redaksi
Maret 05, 2025

CYBERKRIMINAL.COM, DELI SERDANG, SUMATERA UTARA - Pada 24 Oktober 2024, Kolam Br. Perangin-angin beserta dua orang anggotanya tertangkap tangan mencuri kayu durian milik JIB Tarigan di Dusun 1, Desa Rambai, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang. Namun, alih-alih menahan para pelaku, Polsek Talun Kenas justru melepas mereka beserta mobil yang digunakan untuk mengangkut kayu curian tersebut.

Menurut pengacara JIB Tarigan, Trinov Fernando Sianturi, SH, kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius tentang peran oknum aparat dalam melindungi para pencuri kayu. Mobil L-300 warna hitam milik oknum tentara yang diduga kuat sebagai bagian dari jaringan mafia kayu juga tidak ditahan. Mobil tersebut dikaitkan dengan kilang kayu besar di Biru-Biru, yang sering disebut sebagai "Kilang Kopral" dan diduga menjadi tempat penampungan kayu curian.

Trinov Fernando Sianturi, SH, telah mengirim surat resmi ke Kapolsek Talun Kenas pada November 2024, namun hingga Maret 2025, tidak ada tanggapan dari pihak kepolisian. Kliennya pun baru-baru ini menerima SP2HP (Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan) dari Polsek Talun Kenas yang menyatakan bahwa kasus pencurian kayu tersebut bukan merupakan tindak pidana. Alasannya, tanah tempat kejadian dianggap sebagai milik negara atau hutan negara, meskipun klien memiliki surat ganti rugi yang ditandatangani oleh Kepala Desa Jakobus Tarigan dan diketahui oleh Camat STM Hilir sejak tahun 1990.

Pengacara Trinov menegaskan bahwa keputusan Kapolsek Talun Kenas ini dapat menjadi preseden buruk, karena seolah-olah memberikan lampu hijau bagi para pencuri kayu untuk terus beroperasi di wilayah tersebut. "Ini jelas mengirim pesan bahwa mencuri kayu milik masyarakat di Dusun 1, Desa Rambai, bukanlah tindak pidana, karena dianggap sebagai lahan hutan negara," ujarnya.

Lebih lanjut, Trinov menyoroti bahwa kasus ini telah memenuhi dua unsur dalam Pasal 363 KUHP, serta didukung oleh dua alat bukti kuat, yaitu dua saksi dan surat kepemilikan tanah kliennya. Namun, Kapolsek Talun Kenas tetap memilih untuk tidak menahan para pelaku. "Sikap seperti ini yang membuat masyarakat kecewa dan semakin membenci polisi. Ini juga yang membuat mafia kayu semakin merajalela," tambahnya.

Kasus ini menimbulkan kekhawatiran serius tentang masa depan hutan di Indonesia. Jika oknum polisi yang diduga melindungi mafia kayu tidak ditindak tegas, dikhawatirkan akan semakin banyak hutan yang gundul. "Jika Pemerintahan Bapak Prabowo membiarkan oknum-oknum nakal ini terus beroperasi, maka hutan-hutan kita akan habis," pungkas Trinov.

Masyarakat setempat berharap agar kasus ini mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat dan aparat penegak hukum yang lebih tinggi, untuk mengungkap jaringan mafia kayu dan oknum yang terlibat dalam melindungi para pelaku kejahatan lingkungan ini.