Jenderal Lapangan Alerta, Asdar, mengungkapkan bahwa aksi ini dilatarbelakangi oleh keresahan mendalam petani akibat harga gabah yang merosot di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram. Alerta mencurigai adanya praktik manipulasi harga yang melibatkan mitra Bulog dan mempertanyakan kebijakan Bulog yang diduga cenderung menolak gabah dari petani lokal. Lebih lanjut, Asdar menyampaikan informasi mengenai dugaan Bulog yang lebih banyak menyerap gabah dari luar daerah seperti Jeneponto dan Takalar, yang semakin memperburuk kondisi petani setempat.
Asdar, yang juga merupakan seorang aktivis HMI, menegaskan bahwa aksi ini merupakan wujud keprihatinan mendalam terhadap kondisi ekonomi petani yang semakin tertekan. Ia menjelaskan bahwa banyak petani terpaksa menjual hasil panen dengan harga rendah di bawah HPP karena faktor cuaca buruk seperti hujan deras yang dapat merusak gabah, sementara mereka juga dihadapkan pada kebutuhan ekonomi mendesak.
Dalam tuntutannya, Alerta mendesak Bulog untuk memiliki kesiapan infrastruktur yang memadai dalam menyambut musim panen raya. Hal ini bertujuan untuk menghindari situasi di mana harga gabah anjlok akibat keterbatasan kapasitas penyimpanan. Asdar menekankan bahwa Bulog seharusnya proaktif dalam membeli dan menampung gabah petani lokal, sehingga alasan keterbatasan gudang tidak lagi menjadi penyebab jatuhnya harga di tingkat petani.
Lebih lanjut, Alerta juga menyoroti pentingnya pengembangan sistem pemasaran yang lebih adil dan transparan, peningkatan akses pasar bagi petani, adopsi teknologi pertanian yang tepat guna, serta pengembangan program edukasi dan pelatihan yang komprehensif bagi petani dan elemen terkait dalam rantai pasok pertanian. Aliansi Pemerhati Tani berharap aksi ini dapat mendorong Bulog dan pemerintah untuk mengambil langkah konkret dalam melindungi kesejahteraan petani dan menstabilkan harga gabah di tingkat produsen.