CYBERKRIMINAL.COM, MAROS – Kuasa hukum SR, Ardianto, S.H., M.H., menyesalkan isi pemberitaan yang ditayangkan oleh salah satu portal berita online JejakKriminal.co.id. Artikel berjudul “Pria Berinisial RL Warga Tellumpoccoe Kabupaten Maros Melecehkan Anak Kandungnya” dinilai cenderung menyudutkan kliennya dan mengabaikan prinsip dasar etika jurnalistik.
Menurut Ardianto, pemberitaan tersebut seolah memberikan vonis sepihak kepada SR, padahal proses hukum tengah berlangsung dan belum ada keputusan tetap dari pihak berwenang. Ia menilai media seharusnya menjalankan fungsi edukatif dan informatif, bukan justru memicu stigma terhadap individu yang belum terbukti bersalah.
“Pemberitaan ini sangat kami sayangkan karena tidak menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Klien kami saat ini sedang dalam tahap penyelidikan di Unit PPA Satreskrim Polres Maros. Seharusnya media bersikap objektif dan tidak menjustifikasi sebelum ada keputusan pengadilan,” ujar Ardianto dalam keterangannya, Jumat (11/4/2024).
Ia menambahkan bahwa wartawan terikat dengan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang dengan tegas melarang tindakan victim blaming, serta mewajibkan pemberitaan yang berimbang dan berdasarkan fakta. Menurutnya, dalam kasus sensitif seperti ini, media dituntut untuk berhati-hati dalam menulis dan menyebarkan informasi.
Ardianto juga mengungkapkan bahwa hingga saat ini kliennya belum secara resmi mengetahui isi laporan yang ditujukan kepadanya. Informasi yang menyebar di masyarakat, menurutnya, hanya berdasarkan kabar sepihak tanpa melalui jalur hukum yang sah.
“SR baru mengetahui isu ini dari warga dan media. Bukan dari pihak berwenang. Ini sangat merugikan karena masyarakat langsung menilai tanpa tahu duduk persoalannya. Kami menyayangkan kenapa media mendahului proses hukum,” tambahnya.
Terkait posisi kliennya yang sempat tidak terlihat di publik, Ardianto menjelaskan bahwa SR tidak melarikan diri, melainkan sedang menenangkan diri agar tidak terjadi konflik emosional yang bisa memperkeruh suasana.
“Klien kami bukan lari atau bersembunyi. Ia hanya mengambil waktu untuk menenangkan diri sembari menunggu panggilan resmi dari kepolisian. Ini langkah bijak untuk menghindari gesekan sosial,” ujarnya menegaskan.
Pernyataan itu dikuatkan dengan bukti bahwa pada Kamis (10/4/2024), kuasa hukum menerima surat panggilan resmi dari Unit PPA Polres Maros. “Surat panggilan dengan Nomor: S-Pgl/75.A/Res.1.24/IV/2025/Reskrim sudah kami terima. Klien kami dipanggil sebagai saksi dan siap kooperatif,” kata Ardianto.
Ia juga memperingatkan agar tidak ada pihak-pihak yang mencoba membangun opini sesat di masyarakat tanpa dasar yang jelas. Menurutnya, membentuk opini publik sebelum proses hukum selesai hanya akan merugikan semua pihak.
“Jangan ada pihak yang memprovokasi atau menyebarkan informasi tanpa bukti dan keterangan ahli yang kredibel. Ini bisa merusak reputasi dan psikologis banyak pihak, terutama anak,” katanya.
Ardianto mendesak agar proses pemeriksaan terhadap korban dilakukan dengan melibatkan saksi ahli dari psikolog atau psikiater anak. Hal ini dianggap penting untuk memastikan kesaksian korban benar-benar objektif dan tidak dipengaruhi pihak lain.
“Dalam kasus anak, kita butuh pendekatan khusus. Pemeriksaan harus dilakukan oleh profesional agar hasilnya bisa dipertanggungjawabkan secara hukum dan psikologis,” ujarnya.
Ia menambahkan, kasus pelecehan anak adalah kasus yang sangat sensitif dan rentan disalahartikan. Oleh karena itu, pendekatan kehati-hatian dan profesionalitas aparat penegak hukum sangat diperlukan.
“Jangan sampai ada kekeliruan yang merugikan salah satu pihak. Keadilan tidak boleh dikalahkan oleh tekanan opini publik,” tambahnya.
Di tengah kisruh ini, keluarga SR disebut tengah berupaya menjaga privasi dan ketenangan di tengah sorotan media. Ardianto berharap publik memberikan ruang bagi proses hukum untuk berjalan secara adil dan proporsional.
Sebagai penutup, Ardianto meminta media yang bersangkutan untuk segera mengoreksi dan mengklarifikasi pemberitaannya. “Kami berharap kebenaran ditegakkan. Media punya peran besar dalam menjaga objektivitas publik. Jangan jadikan media sebagai alat penghakiman,” tegasnya.