Miris, Debt Collektor di Makassar Semakin Menjadi-Jadi, Presiden Prabowo Harus Tahu Ini !!

Miris, Debt Collektor di Makassar Semakin Menjadi-Jadi, Presiden Prabowo Harus Tahu Ini !!

Redaksi
April 13, 2025

CYBERKRIMINAL.COM, MAKASSAR, SULSEL - Aksi dugaan Perampasan paksa oleh Debt Collector dari perusahaan pembiayaan Adira Finance kembali mencoreng citra industri keuangan di Makassar. Sabtu (12/02/2025).

Peristiwa yang terjadi pada Sabtu (12 April 2025) di Jalan Pettarani ini menimpa seorang warga bernama Nur Rahmi, yang mengaku sepeda motornya dirampas secara paksa di tengah jalan.

Korban, Nur Rahmi, menjelaskan bahwa kendaraan roda dua jenis Scoopy DD 6292 PR miliknya memang dalam status kredit dan mengalami keterlambatan pembayaran. Namun, ia menegaskan bahwa tindakan para kolektor tersebut sama sekali tidak mengindahkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang mengatur mekanisme penarikan kendaraan secara legal.

"Saya sangat tidak terima dengan cara mereka mengambil motor saya di jalan seperti ini. Ini jelas melanggar aturan fidusia," ungkap Nur Rahmi dengan nada kecewa.
Kasus ini kembali memicu sorotan terhadap praktik penagihan olehDebt Collector perusahaan pembiayaan. Undang-undang Fidusia secara jelas mengatur bahwa penarikan kendaraan yang menjadi jaminan fidusia harus dilakukan berdasarkan surat perintah eksekusi dari Pengadilan Negeri. 

Tindakan pengambilan paksa di jalan umum tanpa prosedur yang sah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
Lebih lanjut, jika dalam proses pengambilan paksa tersebut terjadi unsur kekerasan fisik maupun ancaman, pelaku dapat dijerat dengan pasal-pasal pidana seperti penganiayaan, ancaman kekerasan, hingga perampasan.

Korban juga berhak mengajukan gugatan perdata atas kerugian materiil maupun immateriil yang dialaminya.
Para pelaku pelanggaran Undang-Undang Fidusia dan tindak pidana terkait dapat dikenakan sanksi berupa denda hingga hukuman penjara sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 

Tidak hanya itu, perusahaan pembiayaan yang mempekerjakanDebt Collector dengan praktik premanisme juga berpotensi mengalami kerugian reputasi dan finansial akibat tuntutan hukum serta citra buruk di mata masyarakat.

Kasus yang dialami Nur Rahmi ini menjadi pengingat bagi masyarakat untuk memahami hak-hak mereka sebagai konsumen dan tidak ragu mencari penyelesaian yang lebih legal jika menghadapi masalah tunggakan kredit. Pihak berwenang diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap aktivitasDebt Collector guna mencegah terjadinya tindakan serupa di masa mendatang.